Kasus Kematian Bayi di RSBT Pangkalpinang Berakhir Damai,Memicu Kontroversi,Lemahnya Perlindungan Bagi Pasien

Gambar : Kesepakatan Damai Antara RSBT Pangkalpinang dengan Keluarga Bayi 11 Bulan yang Diduga Meninggal Dunia Akibat Kelalaian pelayanan medis,Apakah mencari Keadilan untuk Perdamaian,Apakah Pantas Untuk Keadilan Bagi Bayi Malang bernama alm.Al Zahyan?


TERASBABEL.MY.ID,PANGKALPINANGKesepakatan damai antara Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Pangkalpinang dan keluarga bayi 11 bulan yang meninggal dunia akibat dugaan kelalaian medis memicu gelombang kekecewaan dan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Walaupun disepakati oleh kedua belah pihak, perdamaian ini dinilai tidak memberikan jawaban atas tuntutan publik terkait keadilan dan akuntabilitas. Selasa(9 September 2025)

Direktur RSBT, dr. Agus Subarkah, mengapresiasi komunikasi baik dengan keluarga korban yang telah berujung pada kesepakatan damai. Ia mengakui adanya kekurangan dalam pelayanan yang diberikan, namun pengakuan ini tidak cukup meredam kekhawatiran publik.

Banyak yang merasa janggal, sebab kasus serius seperti kematian seorang anak akibat dugaan kelalaian medis seharusnya tidak berakhir begitu saja tanpa konsekuensi hukum yang jelas.

Tanda Tanya Besar di Balik Perdamaian

Kasus ini bermula ketika bayi bernama Al Zahyan dibawa ke UGD RSBT dengan kondisi muntaber. Setelah dipindahkan ke ruang rawat inap, keluarga kesulitan mendapatkan respons dari petugas medis meskipun sudah berulang kali memencet bel darurat. Tragisnya, nyawa bayi tersebut tidak tertolong.

Sebelumnya, telah ada kesepakatan untuk melakukan investigasi yang melibatkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pangkalpinang dan PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia). 

Namun, publik mempertanyakan hasil dan transparansi dari investigasi tersebut. Banyak yang menduga bahwa proses ini hanya sebatas formalitas, mengingat tidak ada sanksi yang dijatuhkan pada pihak rumah sakit.

Gambar : Alm.Al Zahyan,Bayi 11 Bulan Meninggal Dunia Atas Kelalaian dari Pelayanan Kesehatan RSBT Pangkalpinang,Apakah Kesepakatan Perdamaian Pantas Untuk Keadilan Bagi Bayi Malang tersebut?

Pertanyaan kritis pun bermunculan di media sosial:

 * Apakah hasil investigasi menunjukkan tidak adanya kelalaian?

 * Jika ada kelalaian, mengapa tidak ada sanksi yang diberikan?

 * Apakah kesepakatan damai ini menjadi cara rumah sakit untuk menghindari tanggung jawab hukum?

Peran Vital Dinas Kesehatan dan Harapan Publik

Dalam konteks ini, peran Dinas Kesehatan sebagai pengawas, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, menjadi sangat krusial.

Masyarakat berharap Dinkes dapat bertindak secara independen dan transparan untuk memastikan bahwa setiap dugaan kelalaian medis ditindaklanjuti dengan serius.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)Bertanggung jawab untuk menegakkan kode etik profesi dan melakukan investigasi dugaan kelalaian atau ketidakresponsifan tenaga kesehatan.

Rasa kecewa publik muncul karena kasus ini dianggap sebagai cerminan lemahnya perlindungan pasien di Indonesia. Jika kasus kematian akibat kelalaian bisa diselesaikan hanya dengan "kesepakatan damai," maka kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan akan terkikis. 

Kesepakatan damai, meskipun sah secara hukum, tidak bisa meniadakan tanggung jawab moral dan etika yang melekat pada institusi publik.

Publik menuntut jawaban yang transparan dari pihak RSBT dan Dinkes. Mereka berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana kelalaian ini akan dipertanggungjawabkan.

Kasus ini menjadi momentum penting bagi pihak berwenang untuk menegakkan akuntabilitas dan memastikan bahwa standar pelayanan kesehatan diberlakukan sama bagi semua pasien.

Kesepakatan damai bukan solusi akhir untuk mengatasi kelalaian pelayanan kesehatan. Sebaliknya, hal ini harus menjadi awal dari perbaikan sistem yang signifikan dan penegakan hukum yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.(S.M)





 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak

close