Antara Rezeki Nelayan dan Cukong Tambang: Menyelamatkan Laut Tembelok dari Cengkeraman Mafia Timah

Gambar : Laut Tembelok di Jarah Penambang Ilegal

 

"Organisasi HSNI serta WALHI seharusnya memiliki cukup "nyali"untuk bergerak mempertahankan dan menyelamatkan laut Tembelok dari penjarahan para penambang timah ilegal dengan mengatasnamakan Organisasi diatas kepentingan pribadi demi menyelamatkan laut Tembelok yang merupakan Zona zero tambang"

 

Terasbabel.my.id,Bangka Belitung - Aktivitas penambangan timah ilegal di Laut Tembelok adalah masalah kompleks yang terus merongrong keadilan dan keberlanjutan. Wilayah ini secara tegas disebut sebagai "zona zero tambang" dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sebuah aturan yang dibuat untuk melindungi ekosistem laut dan mata pencaharian nelayan. 

Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya: aktivitas tambang ilegal terus berlangsung, seolah tak tersentuh oleh hukum yang seharusnya menjadi tameng bagi rakyat kecil.

Konflik Aturan vs. Realitas di Lapangan

​Situasi ini memunculkan pertanyaan kritis: mengapa aturan yang sudah dibuat dengan susah payah tidak ditegakkan? Mengapa para penambang, yang sering disebut "cukong," tampak kebal hukum? Dugaan adanya oknum aparat penegak hukum atau pejabat yang membekingi kegiatan ilegal ini sering kali menjadi jawaban yang paling masuk akal bagi masyarakat.

Aktivitas ilegal yang berlangsung secara masif dan terbuka sulit terjadi tanpa adanya perlindungan dari pihak berkuasa. Ini menciptakan jurang lebar antara regulasi di atas kertas dengan praktik di lapangan, mengikis kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah.

Dampak Nyata bagi Nelayan dan Lingkungan

​Penambangan ilegal di Laut Tembelok bukan sekadar masalah teoretis, melainkan ancaman nyata bagi keberlanjutan hidup para nelayan. Laut Tembelok adalah zona tangkap nelayan, sumber rezeki bagi ribuan keluarga yang hidup bergantung pada hasil laut.

Aktivitas pengerukan dasar laut secara langsung merusak ekosistem vital seperti terumbu karang dan habitat ikan. Kerusakan ini tidak hanya mengurangi hasil tangkapan nelayan, tetapi juga berpotensi mematikan sumber daya laut untuk selamanya.

​Ketika tambang ilegal beroperasi dengan dalih "mengatasnamakan warga," muncullah pertanyaan penting: "Warga yang manakah?" Pihak yang diuntungkan jelas bukan nelayan, yang justru kehilangan sumber penghasilan. 

Warga yang dimaksud kemungkinan besar adalah sekelompok orang atau individu yang mendapatkan keuntungan finansial dari aktivitas ilegal ini, mengorbankan kepentingan publik yang lebih luas.

Peran Kritis Himpunan Serikat Nelayan Indonesia (HSNI)

​Dalam situasi seperti ini, Himpunan Serikat Nelayan Indonesia (HSNI) memiliki peran yang sangat vital. 

Organisasi ini seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak nelayan dan melindungi wilayah tangkap mereka. HSNI tidak hanya perlu menyuarakan penolakan, tetapi juga mengambil langkah-langkah konkret, seperti:

​ 1.Bekerja sama dengan lembaga hukum dan aktivis lingkungan untuk mendesak penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan cukong tambang ilegal.

​2. Mengorganisir nelayan untuk melakukan aksi damai atau demonstrasi guna menarik perhatian publik dan pemerintah.

​3. Mengumpulkan data dan bukti kerusakan lingkungan serta dampak ekonomi yang dialami nelayan untuk dijadikan dasar pelaporan resmi.

​Dengan perjuangan yang terorganisir dan tegas, HSNI bisa menjadi kekuatan yang menekan pihak-pihak berwenang agar bertindak, sekaligus membuktikan bahwa kepentingan nelayan tidak bisa diabaikan demi keuntungan segelintir orang.

Organisasi HSNI serta WALHI seharusnya memiliki cukup "nyali"untuk bergerak mempertahankan dan menyelamatkan laut Tembelok dari penjarahan para penambang timah ilegal dengan mengatasnamakan Organisasi diatas kepentingan pribadi demi menyelamatkan laut Tembelok yang merupakan Zona zero tambang.

Zona zero adalah area atau wilayah yang ditetapkan secara hukum untuk tidak mengizinkan adanya kegiatan pertambangan, baik penambangan mineral, pasir, atau material lainnya. Istilah ini sering digunakan dalam konteks perlindungan lingkungan, terutama di wilayah pesisir dan laut yang rentan terhadap dampak negatif dari pertambangan.

Gambar : PIP ilegal bersiap untuk menjarah laut tembelok

Tujuan utama penetapan zona zero tambang adalah:

Mencegah kerusakan terumbu karang, padang lamun, dan habitat laut lainnya yang menjadi tempat hidup dan berkembang biak bagi berbagai jenis biota laut.

Memastikan wilayah tangkap ikan nelayan tetap produktif dan tidak tercemar oleh limbah pertambangan. Limbah ini dapat berupa sedimen (lumpur), zat kimia, atau bahan-bahan berat lainnya yang merusak kualitas air dan mengurangi populasi ikan.

1.Menghindari konflik antara masyarakat nelayan yang bergantung pada laut dengan perusahaan pertambangan.

​Di Indonesia, kebijakan ini sering kali diwujudkan melalui penetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di tingkat provinsi, yang secara spesifik menetapkan area-area mana yang boleh dan tidak boleh untuk kegiatan pertambangan.

Contoh nyata dari komitmen ini adalah di beberapa wilayah, seperti di perairan Pulau Belitung dan Bangka Belitung, yang telah ditegaskan sebagai kawasan "zero tambang" untuk melindungi perikanan dan pariwisata.

​2. Wilayah Zona Tangkap Nelayan

​Wilayah zona tangkap nelayan adalah area perairan yang dikelola dan diatur oleh pemerintah untuk kegiatan penangkapan ikan.

Wilayah ini ditetapkan berdasarkan potensi sumber daya ikan, karakteristik perairan, dan perlindungan bagi nelayan.

​Di Indonesia, kebijakan ini diatur melalui program Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang membagi wilayah pengelolaan perikanan menjadi beberapa zona dengan tujuan utama untuk keberlanjutan sumber daya ikan dan keadilan bagi nelayan.

​Karakteristik utama dari wilayah zona tangkap nelayan adalah:

​Zona tangkap dibagi berdasarkan jarak dari garis pantai. Misalnya, perairan di bawah 12 mil laut dari garis pantai umumnya diprioritaskan untuk nelayan kecil dengan kapal di bawah 30 GT (Gross Ton). Sementara itu, area di atas 12 mil laut diperuntukkan bagi penangkapan ikan skala industri yang menggunakan kapal besar.

​Pembagian zona ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi nelayan tradisional agar mereka tidak bersaing langsung dengan kapal-kapal besar yang memiliki teknologi dan modal lebih tinggi.

​Dengan adanya penetapan zona tangkap ini, diharapkan keberlanjutan sumber daya perikanan dapat terjaga, dan kesejahteraan nelayan lokal dapat ditingkatkan.

​Pada akhirnya, masalah ini adalah ujian bagi integritas hukum dan komitmen pemerintah terhadap rakyatnya. Sudah saatnya hukum tidak lagi tumpul ke atas, tetapi tajam dalam melindungi hak-hak rakyat kecil dan lingkungan. 

(Penulis Opini : Sudarsono)





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak

close