Terasbabel.my.id,Bangka-Dugaan praktik korupsi tata niaga solar subsidi mengguncang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jejaring distribusi bahan bakar bersubsidi yang seharusnya menyasar rakyat kecil, justru diduga dibajak oleh oknum-oknum yang bermain di balik perusahaan fiktif bernama PT Makmur Jaya Abadi. Selasa(05 Agustus 2025)
Nara sumber yang dapat dipercaya sebut saja Andi mengungkap skema sistematis dan terselubung yang diduga melibatkan pemilik tiga SPBU sekaligus, serta potensi kerugian negara yang bisa mencapai miliaran rupiah.
Dalam praktiknya, solar subsidi disedot dari tiga titik, yakni SPBU Riau Silip, SPBN Tempilang, dan SPBN Mentok.
Ketiganya diketahui berada di bawah satu orang nama kepemilikan yaitu Subiatini. Bahan bakar itu kemudian tidak langsung disalurkan ke masyarakat, tetapi dialihkan ke gudang penyimpanan tersembunyi untuk kemudian dikemas ulang dan dimuat ke dalam mobil tangki biru putih yang membawa nama PT Makmur Jaya Abadi.
“Nama PT itu hanya tempelan. Di lapangan, tidak ada kantor, tidak ada perizinan niaga, tidak ada izin angkut. Ini hanya kedok untuk mengelabui pengawas distribusi,” ujar Andi narasumber terpercaya (atas permintaan Nara sumber namanya disamarkan awak media demi keselamatan).
Lebih jauh, sumber tersebut menyebutkan bahwa pengambilan solar dilakukan rutin dengan jumlah besar.
Solar bersubsidi ini kemudian dijual kembali ke sektor industri dengan harga keekonomian, berkisar Rp10.000 hingga Rp13.000 per liter, jauh di atas harga subsidi yang dipatok pemerintah sekitar Rp6.800 per liter.
Praktik inilah yang menyebabkan kelangkaan solar bersubsidi di sejumlah titik, termasuk antrean panjang nelayan dan pelaku usaha mikro.
“Kuota disedot untuk diputar jadi keuntungan pribadi. Rakyat cuma dapat sisa. Pemerintah dirugikan, masyarakat dikorbankan,” lanjutnya.
Lebih mencengangkan, PT Makmur Jaya Abadi disebut tidak terdaftar dalam sistem niaga migas nasional. Tidak memiliki izin pengangkutan, tidak punya izin penyimpanan, dan jelas tidak memiliki legalitas untuk menjual BBM, apalagi BBM bersubsidi. Namun nama perusahaan ini digunakan sebagai ‘branding’ di mobil tangki, seolah legal dan profesional.
“Ini murni kejahatan ekonomi. Skemanya jelas. Punya akses ke SPBU, punya kendaraan distribusi, punya gudang, tapi tidak punya legalitas. Ini menunjukkan keterlibatan orang kuat di balik layar,” kata seorang pejabat daerah yang juga meminta anonimitas.
Secara hukum, perbuatan ini berpotensi melanggar Pasal 18 ayat (2) dan (3) Perpres No. 191 Tahun 2014 yang dengan tegas melarang masyarakat dan badan usaha melakukan penimbunan, penyimpanan, serta penggunaan BBM subsidi secara tidak sah. Selain itu, Pasal 53 juncto Pasal 23 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas mengancam sanksi pidana maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp50 miliar bagi setiap pihak yang menyimpan, mengangkut, dan memperniagakan BBM tanpa izin.
Tak berhenti di situ, SPBU-SPBU yang memasok solar subsidi dalam jumlah besar kepada pihak yang tidak berwenang juga terancam jerat hukum sebagai pembantu tindak pidana, sesuai Pasal 56 KUHP, apabila terbukti bahwa penjualan dilakukan dengan sepengetahuan atau bahkan kesengajaan.
Pihak berwajib diharapkan dapat melakukan investigasi lanjutan untuk mengungkap praktik korupsi ini. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan transparan dan adil.
Hingga berita ini di terbitkan awak media masih berupaya melakukan konfirmasi terhadap pihak pihak terkait atas perihal tersebut.
Dugaan praktik korupsi solar subsidi di Bangka Belitung merupakan kasus yang sangat serius. Pihak berwajib harus segera mengambil tindakan untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus ini. (S.M)